Landasan Bahagiamu


Sebagai penulis novel ketika terluka mental atau batin, cara saya mengungkapkan kesedihan yaitu lewat menulis komedi. Ketika kesedihan saya menghasilkan karya, dibaca dan diapresiasi ketika itu saya sembuh. Karena saat saya berbagi kebahagiaan lewat tulisan, saya percaya akan ada seseorang lain di sana yang mempunyai tujuan serupa untuk membahagiakan saya.

Kebahagiaan itu harus ditarik sesudah kekecewaan mendalam. Ketika kamu mampu paham bahwa kekecewaan nggak membuatmu berkembang, aktivitas seratus persenmu teralihkan, menggerogoti dirimu yang ceria, kamu mencari cara untuk kembali pada kebahagiaan, karena kecewa itu nggak ada yang abadi.

Berbincang tentang kebahagiaan dan kesedihan, saya pernah bertanya pada seorang teman cara supaya kita bisa menjadi sumber kebahagiaan dan kesedihan bagi diri sendiri, bukan melulu orang lain.
Yang saya maksudkan, ketika kamu berkumpul dengan sahabat, sahabatmu itu humoris parah, kemudian ketika kalian pulang, tawa itu nggak bertahan karena sumber kebahagiaannya sudah pergi. Kamu jadi kesepian, kesedihan datang. Dan kembali, orang itu lagi-lagi menjadi sumber kesedihan kamu.

Teman saya sempat kebingungan, tapi bagusnya dia jawab dengan baik dan religius.

Dia menyampaikan, bahwa sumber segala kebahagiaan dan kesedihan berawal dari hati dan sang pembolak-balik hati hanya Allah SWT. Jadi dekatilah Allah, minta pada-NYA agar mengganti kesedihan dengan cahaya Al-Quran, itu konsepnya. Kalau ikhtiarnya, buat diri sendiri sibuk dengan hal yang berguna, disaat sedih terima dengan ikhlas, lama kelamaan hati akan bertambah kuat dan kesedihan yang ada kini nggak akan bisa menyakitimu lagi.

Jadi sumber kebahagiaan dan kesedihan kamu bukan lagi bergantung pada makhluk tapi pada Sang Pencipta. That’s the key.

Di novel karangan saya Happiness Theory, saya pernah menuliskan bahwa bahagia itu dari pikiran. (Jawaban lain yang saya benarkan namun seringnya lupa diaplikasikan ke kehidupan, bahwa bahagia itu bersyukur apapun yang didapat dan terjadi).

Mengenai bahwa pikiran mempengaruhi sebagian besar aktivitas kebahagiaanmu, ada studi yang dilakukan Arbie Sheena berdasarkan pengamatan dari Universitas Kehidupan. Kesia-siaan itu ada dua hal: Bicara dan pikiran yang sia-sia.

*Bicara yang sia-sia, seperti kamu bergosip tentang keburukan seseorang padahal belum kenal secuilpun.

*Pikiran yang sia-sia, memikirkan sesuatu yang membuatmu nggak antusias, menghambat kinerjamu, kegalauan, kepesimisan, hal-hal belum kejadian tapi sudah kamu prediksi duluan berdasarkan ilmu pengetahuanmu tentang realitas yang minim.

Dan pikiran-pikiran itu membuat kebahagiaanmu tertunda.
Sementara dari seorang dosen yang ia kutip dari sebuah buku, orang nggak bahagia karena fisik dan otak nggak menyatu. Fisiknya tinggal disebuah tempat tapi pikirannya ke mana-mana. Saya sering melihat orang-orang yang nggak ‘menyatu’ tersebut, contoh terdekatnya emak saya.

Tiap kali saya menyetel televisi, emak yang lagi rehat masak pasti muncul, ambil remot terus ganti channel gosip-gosip, kemudian saya tinggal ke kamar. Ketika saya dengar acara itu berganti iklan, saya kembali lagi ke depan tv, dan melihat emak termenung di sana.

Dan ketika saya tegur, “Emak ngelamun?” dengan nyolot emak membalas, “enak aja, orang lagi nonton tipi.”

“Lah, tapi itu iklan, Mak, ngapain ditonton?”

Kemudian emak spontan ambil remot, mengganti channel gosip-gosip lain. Apa saya harus berspekulasi emak sukanya nonton iklan?

Bukan, saya rasa karena emak sedang melamunkan sesuatu hingga gagal fokus pada sesuatu yang di depannya.

Saya juga sering datang ke acara seminar, kajian atau ceramah. Penonton yang menyimak mungkin cuma lima persen, sisanya menyimak semenit, kemudian pikirannya ngambang, nyimak dikit terusnya pikirannya lari-larian lagi.

Ketika seorang teman saya ajak diskusi, dia bilang, “emang barusan bahas apa, sih?” Lah …, dalang-dalang …. (beda cerita kalau pengisi seminar tersebut bisa angkat suasana).

Ingat! Kesulitan fokus sering mengganggu karena kamu terlalu memanjakan lamunan.
Pikiran yang sia-sia.

Biarkan saya bernostalgia dengan pertanyaan, jadi …, apa teori kebahagiaanmu?

*Pembacaku, di artikel selanjutnya saya akan berbagi dongeng tentang Desa Tawa dan Desa Duka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraihmu

Meraihmu (Just Prolog) ^.^

Gue dan kacamata (memilih pakai logika baru hati)