Menulis adalah penyembuhan diri (1)

Saya sudah menulis sejak september 2008, tahun paling produktif, sedang antusias-antusiasnya, imajinasi sangat tinggi, full time writer, namun sayangnya saat itu media masih belum mendukung. Akan tetapi hal tersebut bukan penghalang untuk mewujudkan mimpi saya, saya menulis di banyak buku tulis atau jurnal yang biasanya diberikan kakak sebagai oleh-oleh dari kantornya.

Di tahun tersebut kira-kira ada belasan naskah yang saya tulis, yang berarti belasan buku. Gaya menulis saya waktu itu masih memakai sistem skenario absurd.
Semisal,

Johnny: Apa kabar lo? (dengan senyum)

Ade: Bae-bae aja.

Itulah yang terjadi kalau baru belajar menulis, belum paham faedahnya, tapi mau buru-buru menerbitkan buku. Semakin lama saya mengerti suatu hal bahwa kesuksesan tercapai bukan karena terburu-buru tapi dengan kekonsistenan. Saya masih harus banyak berlatih, membaca, mengambil pelajaran dari hikmah pengalaman, bagaimana menulis naskah yang penuh nutrisi sehingga pembaca dapat sesuatu setelah menyelesaikannya, referensi dan interaksi dari berbagai kalangan supaya tulisan saya ada RASA-nya, lho.

Suatu waktu di tahun ini saya sempat membaca tulisan amatir-amatir saya saat itu, nggak kaget lagi kalau naskah saya terasa hambar, permainan emosi di narasi nggak ada, padahal tokohnya ekspresif, dan diri saya yang saat itu justru bertekad untuk menulis tokoh yang nggak punya emosi tapi ada cita rasa emosinya, nah lho! Dan karena latihan itu terciptalah karakter Song Hyemi di Happiness Theory.

Semua buku yang berisi naskah saya masih tersimpan rapi di dalam lemari, ada beberapa yang dibuang setelah nggak lolos uji seleksi. Total awalnya belasan, sekarang jumlahnya dirampingkan karena lemari saya penuh. Cerita-cerita di naskah itu seputar remaja, sekolah, gaya hidup, sosialisasi dan pembullyan dengan sedikit bumbu cinta-cintaan.

Di buku lainnya saya menuliskan kurang lebih lima puluh lirik lagu, yang nadanya saya gumamkan di sebuah MP4 jadul yang saya beli sewaktu SMP (waktu itu sempat mengalami kerusakan, jadi seluruh gumaman saya hilang. Kok lucu, yah?).

***

Di tahun 2009, saya mulai sok-sokan tertarik menulis skenario film, banyak baca contoh-contoh skenario film, tips-tips dari penulis skenario senior, belajar otodidak tentang istilah penulisan di dalam skenario seperti INT, EXT, CUT TO, FADE IN, dan semacamnya, kemudian diaplikasikan ke dalam naskah dan hasilnya? Hanya penulis yang bisa mengerti.

Di tahun itu juga, kakak mulai membeli laptop lenovo, saya mulai menyolong-colong diwaktu kerjanya agar laptopnya yang disembunyikan dibawah tempat tidur bisa saya gunakan untuk menulis diam-diam. Iya, waktu itu menulis adalah pekerjaan ‘ilegal’ bagi orang rumah, definisi bekerja bagi keluarga saya yaitu bangun pagi, pakai-pakaian kantor, dan berangkat dari rumah, gajian sebulan sekali.

Saya mulai menyalin semua tulisan saya di buku ke MS.Word dan jeniusnya …, file-file naskah itu saya simpan di MP4 player dan ketika MP4 player mengalami error, usaha pengetikan naskah sekian lama itu lenyap semua. Sakit hati banget waktu itu (mungkin beberapa penulis pernah mengalaminya). Tapi saya teruskan menulis dari awal, saya berterima kasih dengan keambisiusan saya waktu itu. Sekarang masih ambisius, sih.

***

Hingga pada tahun 2011, bermodal handphone Sony Ericson K530i—ponsel batangan tapi bisa internetan dan videocall—bekas dari kakak, saya mulai mencari info lomba menulis yang bertebaran, kemudian ke warnet seminggu sekali untuk mengirim naskah. Sejam 4000, lumayan mahal di tengah kesulitan keuangan waktu itu. Perjalanannya lumayan jauh, kira-kira satu KM lebih karena warnet masih langka kala itu. Perjuangan waktu itu bikin saya terharu di hari ini.

Dalam sebulan saya mengikuti kira-kira sepuluh lomba cerpen, atau puisi, atau kadang-kadang artikel. Banyak kalahnya, menang sesekali dengan hadiah sertifikat atau pulsa beberapa puluh ribu. Di tengah perjuangan menulis untuk lomba saya juga menyicil untuk projek novel solo, projek serius pertama saya waktu itu adalah Happiness Theory konsepnya mirip dengan Cinderella, sesekali merevisi naskah absurd Meraihmu yang kini sudah diterbitkan juga.

Karena ponsel itu juga, saya membuat facebook, di sanalah saya mulai mengenal sebuah akun bernama Gravil Esidra yang mencari beberapa admin untuk akunnya. Terpilihlah saya, Sandra, Ucie, Kurnia, dan admin terbontot dan paling tampan yaitu Adit. Kami memulai dengan julukan, saya—Arbie Sheena: Comedy Queen, Sandra: Romance Queen, Ucie: Fantasi Queen, Kurnia atau sebutannya Kuncen: Horor Queen, dan Adit yang menyukai wanita 3D dan Percy Jackson dipanggil Acing alias anak kucing.

Kami mengalami pertemuan sosial media yang positif, banyak bercanda. Lantas dengan keeksistensian, kami membuat sebuah grup facebook yang saat itu amat hip dikalangan pengguna. Banyak juga grup-grup komunitas menulis lain yang lebih kece dan terbaik dibandingkan grup kami, namun kesolidan kami yang membuat kesetiaan itu terbentuk dan perkumpulan penulis pemula remaja paling terbaik se dunia maya menurut kami saat itu.
Tiap minggu atau dua minggu sekali sebagai admin, kami memberikan materi-materi tentang penulisan dari genre yang kamu tekuni, meskipun kami sadar masih banyak kekurangannya, atas apresiasi anggota grup Gravil Esidra membuat kami antuasias untuk mencari ilmu lebih dalam kemudian mengamalkannya pada mereka.

Di tahun 2012 saya mulai memenangkan berbagai lomba antologi (kumpulan karya) ada kurang lebih sembilan antologi indie yang ada tulisan sayanya telah diterbitkan. Di tahun itu juga sebuah penerbitan bernama Writing Revolution, mengadakan lomba novel, persyaratan harus mengirimkan outline, saya sampai bergadang membuat outline Happiness Theory selama sebulan, alhasil pahit sekali, saya kalah, menangis, di lomba itu pula titik awal mendapat pelajaran bahwa Tuhan membuang hal buruk untuk memberikan hal baik kepada saya.

Selang beberapa hari naskah itu saya ikutkan lomba novel lain, Elfbooks membuka lomba penulisan remaja dan saya mengajukan naskah Happiness Theory sebagai naskah andalan, tidak menyangka di akhir tahun saya mendapat berita kemenangan sebagai naskah pilihan editor. Tangan gemetar hebat saat itu, pencapaian luar biasa dari doa-doa tanpa bosan yang saya panjatkan telah di ACC. 

Kemenangan itu membuka jalan semangat saya untuk tak henti berkarya di tahun 2013. Kembali mengikuti lomba cerita pendek Hantu Gokil Jogja dari Diva Press, yang awalnya pesimis untuk mampu mengejar deadline dan akhirnya terkirim lima belas menit sebelum pengiriman naskah ditutup. Kemudian pengumuman tiba, saya kembali menang. Itulah jalan awal untuk menerbitkan Geng Ikan Asin dan The School of Comedy yang banyak dicintai kalangan remaja seluruh nasional hingga hari ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraihmu

Meraihmu (Just Prolog) ^.^

Gue dan kacamata (memilih pakai logika baru hati)