KENAPA PUTUS? Selamat menjomblo, welcome, welcome!

KENAPA (dalam KBBI):  kata tanya untuk menanyakan sebab atau alasan.

KENAPA (dalam KGB, Kamus Gue Banget): kata tanya untuk membuat seseorang harus beralasan tentang kehidupan pribadinya untuk konsumsi seseorang yang ingin mengetahuinya.

Pertanyaan, KENAPA PUTUS?  Yang ditekankan di sini. Di sini yang dimaksud adalah mushola kampus ketika menulis artikel ini saat menunggu mata kuliah Character Building di selasa siang yang panas.

Mengingat-ingat saat pacaran pengumbaran kemesraan di sosial media sudah dalam tahap eksream. Setiap pagi, siang, sore, malam, subuh-subuh, hari-hari sosial media kamu selalu diwarnai status-status selamat pagi, siang, malam dari kamu untuk si dia.

Status kasmaran bahwa dia yang terbaik, yang paling manis, yang paling cakep, juara di hatimu, paling dirindukan, dan dialah prediksi semumu bahwa kedatangannya adalah pelabuhan terakhirmu, nggak pernah luput juga.

Dan mari kita terlusuri siapa saja pengkonsumsi statusmu?

Teman SD, SMP, SMU, kuliah, kantor, mantanmu yang ketiaknya bau kaki tapi kakinya bau ketiak, tukang seblak basah dan soto mie yang rajin nyengir namun alay, temanmu yang baik, musuhmu, seseorang yang diam-diam naksir kamu atau naksir pacar kamu tapi kalian nggak peka.

Merekalah yang setiap pagi sarapan dengan status kamu duluan dibanding nasi uduk pakai semur kentang. Mereka yang setiap siang makanin statusmu sebelum cemilin kertas-kertas tugas kuliah. Mereka yang setiap malam menyantap hidangan statusmu sebelum sadar kehabisan nasi di rice cooker.

Dan anggaplah sebagian besar dari mereka, jomblo.

Tentu akan ada banyak perasaan lalu-lalang selama mereka baca status kamu. Ada yang turut bahagia—berharap hubungan kalian harmonis sampai akhir. Ada yang nggak peduli. Sementara yang paling tidak kamu inginkan di tengah kebahagiaanmu adalah …, perasaan dengki dari mereka karena sikap berlebihanmu dalam mengumbar perasaanmu.
Ingat! Ini dunia di mana nggak semua orang menyukaimu.

Sesuai doa-doa kedengkian mereka yang tersamarkan, akhirnya karena suatu kejadian kamu dengan si dia putus. Dan ketika putus orang-orang yang tak paham dengan tingkah kasmaran kalian terutama pembicaramu di belakang, akan saling bertepuk tangan …, untukmu.

Putus …,
Putus …,
Putus ….
Tenang dulu, kalem.

Ketika status hubunganmu di sosial media berganti menjadi empty, mereka yang hobi membututimu bertanya-tanya dalam hati kemudian pertanyaan tentang, “KENAPA PUTUS?” akhirnya di mulai.

Pertanyaan terawal dimulai dari sahabatmu sendiri yang kamu jadikan ladang curhat, “kenapa putus?” Kamu dengan senang hati dan fasih menceritakan semuanya hingga air matamu kering, motivasi dari sahabatmu membuatmu lega, seolah mampu menjalani hari seperti biasa lagi, meski masih perih.

Tapi bagaimana kalau kamu nggak punya sahabat?

Ada seorang teman yang sekadar teman bermain bertanya, “kenapa putus?”

Jawabmu? Pasti menggantung, “emm, gue emang lagi pengin libur pacaran dulu.”

Temanmu yang kepo itu tampak nggak puas, meminta jawabanmu sambil mengguncang-guncang tubuhmu, “kenapa kalian putus? Ayo, dong kasih tau ke gue doang, nggak gue sebarin ke mana-mana?”

Kamu tetap diam.

“Kalau gitu,  siapa yang putusin duluan?”

Reaksimu?

Setelah mendengar kajian oleh dosenmu bahwa membunuh itu dibolehkan berdasarkan logika, kamu pasti ingin membunuhnya, namun ternyata spritual Q-mu lebih besar pengaruhnya. Jadinya kamu hanya dapat menjawab sambil menggeleng tersenyum ikhlas, “kita emang nggak cocok aja.”

Ya, jawaban versi global bahwa kalian memang nggak cocok adalah yang paling tepat, untuk sekarang. Cukup perih ketika putus, dan harus disirami garam dengan pertanyaan, ‘kenapa putus?’, bukan?

Selesai dengan satu orang, teman lamamu yang kurang update bagian ketiga berbalas pesan padamu suatu hari, “gue baru jadian sama temen sekelas, nih. Double date yuk!”

Bagimu itu adalah ajakan kepedihan baru.

Ketika temanmu yang dulu kamu hina jomblo sekarang punya pacar, sementara dulu kamu yang punya pacar sekarang jomblo, kamu mulai sadar bahwa bumerang akan kembali ke pemiliknya lagi. Ingat! Ini dunia di mana semua hal dapat berubah dalam sedetik saja.

Kamu pun menjawab, “kayaknya nggak bisa, deh. Nggak biasa double date.” Demi menyembunyikan status barumu tersebut dan menghindari pertanyaan, “kenapa putus?”.

Wahai kekasih yang dulu sering kamu banggakan dan sekarang kamu tutupi fakta-faktanya, agar kesanmu dan kesannya baik. Katakanlah pada banyak orang yang penasaran dengan putusnya hubungan kalian dengan bijak, “gue banyak dapat pelajaran sewaktu berhubungan sama dia, cuma aja dia kurang tepat buat gue ke depannya, dan gue nggak baik buat dia ke depannya. Pertemuan singkat itu udah cukup buat gue kenal dia kayak gimana, dan dia kenal gue seperti apa.

“kita pisah dengan baik. Kita nggak berlomba-lomba mencari pengganti, dengan sengaja mencemburui hanya ingin melihat respon kadar cinta masing-masing, karena …, masih ada hati yang harus selalu dijaga.”

Dan temanmu pun yang ‘mengerti’ akan berhenti menanyakanmu lebih lanjut.

Nggak semua temanmu yang bertanya hal tersebut memang sekadar pengin tahu, tapi mungkin memang ada perasaan yang turut khawatir karena dulu mereka pernah merasakannya juga.
  

Intermezzo: saya mohon maaf sebesar-besarnya pada seseorang yang mungkin saja bersangkutan dan kebetulan atau sengaja stalking blog saya kemudian tersinggung, maafkan kesalahan saya seluas-luasnya.

Komentar

  1. Keren bi..setuju kdang setiap orng suka sx mengurusi hdup kit, bhkan sjk kta lhir org" tak akan berhnti mngkritik dan mncri cela. Dan q sngat mnkmati tulisanmu, ada bumbu" komedinya tetep kece..ingat dlu apa" djadiin status hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kak yuli, alaynya udahan yuk, malu sama umur wkwkwk

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraihmu

Meraihmu (Just Prolog) ^.^

Gue dan kacamata (memilih pakai logika baru hati)