Jerit Tangisku di Waktu Imsak
Cerpen Komedi Pertama yang Ditulis Arbie Sheena
Di pagi yang nggak mendung nggak
panas ini, di tengah suasana semiriwing angin sejuk adem semilir dari kipas
angin. Gue bangun dari yang namanya mati sementara, kira-kira udah delapan
jam-an gue meringkuk di kasur sejak kemarin malam.
Sambil ngulet dan mengucek
mata, aku membangunkan diri dari tempat tidur, lalu berjalan ke dapur untuk sekedar
mencari minuman segar di lemari es. entah kenapa tengorokanku kering banget pagi
ini?.
Aku pun mengambil sebuah gelas
di rak piring, membuka kulkas, mengambil sebotol air es lalu menuangkan airnya
ke dalam gelas. Saat bibir gelas hampir merangkak naik menuju ke mulutku, tiba-tiba
ada suara jelek yang gak enak buat di dengar manggil-manggil namaku dari arah
pintu masuk. eh….! ternyata itu suara Emak.
“ UDINNN…....!!.” suara stereo menggelegar keluar dari
mulut Emak sambil menghampiriku dengan cepat.
Sontak aku tersentak hebat, air
yang tadinya akan tumpah ke mulut malah tumpah membasahi baju. Dan aku pun terpaksa
merelungkan niat minumku dan untuk sementara memandangi wajah Emak dengan bete
yang sekarang sudah ada di hadapanku.
“ Apaan si mak…?.” tanyaku gemas.
“ Lue udah minum belom?.” Emak malah balik
bertanya sambil melototiku.
“ Ini baru mau minum kalo Emak kagak ganggu.” jawabku
sinis.
“ Berarti elu belom minum kan?.” kembali Emak
bertanya dengan maksud yang sama.
“ Emang kenapa si mak?.” tanyaku heran.
Kemudian Emak bertolak pinggang sambil menjawab
pertanyaanku, “ dari dulu pikun lue kaga ilang-ilang, kalah sama aki-aki yang
suka mungutin sampah di depan rumah kite. helow....ini bulan puasa tong.” jawab
Emak sambil melambaikan tangannya yang bau terasi ke wajahku.
Seketika aku terkejut dan segera
menyebut asmanya berulang kali, kemudian aku menaruh segelas air dingin yang
hampir membasmi kekeringan di tenggorokanku di meja.
Sejak itu aku pun tersadarkan jika
ujian pertama yang harus ku ingat saat di bulan puasa adalah LUPA. Dalam hati aku
berterima kasih pada emak, kalau saja emak tidak mengingatkan, mungkin aku sudah
batal. Tapi katanya kalo lupa
gak kenapa-kenapa, ah......!! emak coba jangan diingetin.
Setelah kejadian itu aku pun
segera mandi, selain aku lupa kalau hari ini bulan puasa, aku juga lupa kalau
hari ini harus sekolah. Sekolah di bulan puasa adalah ujian terberat dalam hidupku.
Apalagi harus berangkat sekolah dengan tenggorokan yang kering begini.
Salahku sendiri karena bangun
sahur kesiangan, jadi untuk menghemat waktu aku pun makan seadanya, dan saat
ingin minum tiba-tiba sudah imsak. Sekarang seret dah jadinya.
***
Bu guru yang bernama Bu San
Chai, menyuruh kita untuk mengikuti ucapan mandarinnya berulang kali sampai benar-benar
terdengar fasih olehnya. Karena pelajaran itu, siksaan tenggorokanku yang dalam
keadaan tropis semakin menjadi-jadi walaupun berkali-kali menelan ludah.
Bel istirahat berbunyi, tapi
istirahat kali ini tidak sesenang biasanya, tapi untuk meredam rasa lapar, secara
diam-diam aku iseng berhenti di depan kantin. aku fikir gak ada tukang makanan
yang jualan, eh....... ternyata tukang bakso favoritku jualan.
Aku juga sempat iri sama cw-cw
yang lagi pada M, mereka bisa makan apa aja, beli apa aja yang mereka mau, tidak
halnya aku yang hanya bisa menga-nga saat pak karim mengantar semangkuk bakso untuk
pelanggannya.
“ e,e,e,eeeeee.......mau kemana lue?.” tegurku pada
ajis yang tiba-tiba nyelonong masuk ke dalam kantin. Sambil nyengir ajis terhenti karna ketahuan.
“ Gue cuma mau ngaso doang.” dalihya.
“ Bukannya ngaso lue malah ngembat makanan lagi, sana
ngasonya di kelas aja.” bentakku
“ Agama guekan konghucu.” dalihnya lagi.
“ Engkong lue namanya engkong ucun, udah jangan
banyak alesan, sana kaga!.” perintahku kasar sambil berusaha menarik badannya
yang susah sekali untuk diajak pergi, persis seperti aku sedang menarik beruang
madu yang ada di hutan itu tuh.
“ Udin please....” ajis memelas tidak mau diusir
dari kantin.
“ Kaya gue alem aja lue.”
“ Gue lagi M.”
“ Apaan M?, memble?.” ledekku.
“ Ayo kita keluar dari sini.” ajakku sambil
kembali menarik tangannya yang segede tales bogor.
Namun ajis tetep bersikukuh
ingin membatalkan puasanya, sedangkan tenagaku habis untuk mengusir dia dari
kantin, tapi aku gak akan nyerah sebelum dia bener-bener terlepas dari godaan……
Untuk menahan diri dari godaan
MAKANAN yang adalah ujian urutan nomer dua di bulan puasa ini. Aku mengatasinya
dengan pergi ke masjid bersama dengan anak-anak rohis. Disana aku membersihkan
diri dengan berwudhu, kemudian kami shalat dzuhur berjamaah. sehabis itu kami
tadarusan sampai bel istirahat selesai.
***
Setelah enam jam di sekolah, biasanya
tujuh jam tapi kalau bulan puasa bisa dicepatkan satu jam, bel pulang sekolah
berbunyi. Setelah saliman dengan bu guru, aku segera cabut dan pulang dengan
jalan kaki secara jemputanku gak dateng-dateng.
Di cuaca yang bersuhu kurang
lebih 32 derajat selsius ini, aku harus berjalan sejauh satu kilometer baru
sampai ke rumahku yang terletak di komplek perumahan pondok indah, mengingat
hal yang kulakukan ini hitung-hitung olahraga.
Aku pun terhenti saat mendengar
ada seseorang yang memanggilku disebuah warung makanan pinggir jalan.
“ Udin.......sini lue.” panggil Tile sambil
melambaikan tangannya ke arahku.
Karena penasaran aku pun
segera menghampirinya yang juga sedang bersama dengan gengnya yang dinamakan
geng buduk di sebuah warung.
“ Apaan si?.” tanyaku heran.
“ Lue puasa gak?.” tanyanya cuek sambil merokok dan
uncang-uncang kaki sok orang kaya.
“ Emang kenapa kalo gue puasa?.” tanyaku balik sambil bertolak pinggang.
“ Lue gak seret apa?.” mereka memandangiku
seolah-olah orang yang berpuasa adalah orang aneh.
Aku sendiri berusaha menutupi
fikiran jelekku tentang mereka yang pasti belum pernah merasakan penderitaan yang
bisa dibilang kenikmatan orang berpuasa.
” Namanya juga ibadah.” jawabku.
“ Ngapain lue pake puasa segala kaya puasa lue
diterima aja, udah mendingan batalin aja, kita makan bakwan.” kata kiting
seenaknya sambil menaikkan kakinya ke atas bangku.
Aku tak sabar dengan kata-katanya yang satu itu,
aku berubah panas.
“ Apa lue tau, gak puasa sehari.......aja, kita
harus ganti rugi perbuatan kita berapa lama?, bertahun-tahun, coba dech lue
itung berapa utang lue sama ALLAH dari umur tujuh tahun sampe sekarang semenjak
lue gak puasa-puasa, gue harap lue meninggal dalam keadaan semua dosa lue udah
di ampuni, chao!!.” ucapku dalam lalu segera pergi secepat kilat.
Sementara mereka terdiam kaku,
mungkin sedikit tersadar sehabis mendengarkan kata-kataku.
Aku merasa lega bisa menolak
ajakan mereka, aku bangga bisa menyadarkan mereka, aku juga berbangga hati
karna sering mendengar khotbah di masjid setiap habis shalat jumat dan
membuatku mengetahui banyak tentang agama, dan mulai hari ini aku mengerti
kalau aku harus berhati-hati dalam memilah teman.
Orang lain bisanya hanya menjadi
penyebab untuk hidup seseorang, akan tetapi ketika seseorang sudah terpuruk
karnanya hanya dia seoranglah yang bisa bertanggung jawab atas hidupnya, bukan
mereka.
Kaya hewan yang punya rantai
makanan, manusia juga punya rantai kehidupan. aku masih remaja jadi ujian
kehidupanku masih dibilang gak begitu berat kaya godaan kecil yang ke tiga
yaitu Cewek.
Kakiku tiba-tiba terhenti, mataku
bersiap melaju keluar, hidungku kembang kempis, mulutku menganga dengan lebar, dadaku
berdenyut kencang, otakku panas kaya lagu GIGI, makhluk itu lewat dihadapanku dengan
pakaian singkatnya, sangat........membuka aurat, obral dan sale dimana-mana.
Seketika aku pun tersadar dan segera
memalingkan wajah sambil nyebut,but,but, but, gitu. Aku juga sadar kalau hal itu
sudah mengurangi pahalaku, tapi masalahnya itu bukan salahku. Salah wanita itu
juga kenapa dia berpakaian seperti itu di bulan puasa, aku kan paling gak tahan
kalau urusan melihat permandangan gratis.
***
Setelah melewati godaan demi
godaan di jalan akhirnya aku tiba di depan rumah dan hidungku langsung
dimanjakan oleh aroma wangi masakan yang sangat menyejukkan batin dan lagi-lagi
menggoda iman ku.
Dengan keadaan lupa diri aku masuk
ke dalam rumah berusaha mencari keberadaan pusat aroma itu. Eh........!! Ternyata
emak sedang repot masak makanan favoritku di dapur.
“ Mak masak rendang ya, emak tau aja kalo udin mau
makan rendang buat buka nanti.” tuturku kepedean sambil tersenyum girang berfikiran
kalo emak amat memperhatikan anak semata wayangnya.
Namun emak malah memandangiku dengan jutek.
“ Rendang-rendang, lue gak bisa bedain mana bau semur
jengkol sama rendang.” bentak emak seram, mengacaukan kepedeanku. Senyumanku menciut
kaya pok ciut setelah tau kenyataan yang sebenarnya.
“ Yang bener aja mak, masa bulan puasa makan
jengkol, kaga makan jengkol aja mulut udin udah bau. Besok gimana kalo gak ada
yang mau ngobrol sama udin?, apalagi cewek, emak kan tau kalo udin lagi gebet
anaknya pak harun.” curhatku panjang lebar agar emak mengerti perasaan ku
selama ini.
“ Makanya cari cewek yang suka sama lue apa adanya.”
jawab emak sambil getokin jengkol kesukaannya.
“ Jaman sekarang susah mak cari cewek yang begitu ”.
“ Gampang entar emak cariin.” sahut emak dengan
entengnya.
“ Siapa?, anaknya bang miun?, idih.....ogah.......
” ucapku sampai merinding disko.
“ Kenapa?, dia baek ko.”
“ Badannya mak........ kaya trek gandeng.”
“ Kaya lue cakep aja hina orang seenak udel, ngapain
si lue pake mikirin cewek?, sekolah aja kaga naek-naek, udah nih mendingan
bantuin emak masak.” perintah emak, namun tidak kuturuti.
“ Ogah!!.” tolakku ngambek sambil beranjak masuk
ke dalam kamar.
“ Eh lue mau kemana?.” tanya emak sambil melongok
dari dapur.
“ Udin mau tidur, kalo bisa jangan bangun-bangunin
udin.” jawabku sebal sambil membanting pintu triplek.
Aku BT, emak tidak juga
mengerti perasaanku, aku juga bingung padahal awalnya ngomongin semur jengkol eh
tau-tau malah bahas anaknya bang miun. Pahalaku jadi berkurangkan gara-gara
marahan sama emak. Dan aku pun sadar kalau ujianku yang keempat adalah
KESABARAN.
Berfikir kalau nanti akan
baikkan lagi sama emak, aku pun dengan tenang berganti pakaian, lalu segera membanting
diri di kasur yang empuk enggak............keras juga enggak.
Baru satu menit membaringi badan,
aku sudah memasuki alam mimpi tidur siang yang amatku nikmati. Bagaimana tidak?,
aku bermimpi sebagai Robert Pattinson di film saganya yang berjudul eclipse dan
disana robert berperan sebagai Edward Collin, vampire super perfect.
Aku bahagia banget bisa jadi
Udin sebagai Edward Collin yang digilai cewek-cewek cantik, terutama anaknya
pak harun yang tiba-tiba berubah jadi isabella, karena itu aku pun semakin gak
mau bangun.
Dari kejauhan 50 meter dari
rumahku terdengar suara adzan yang membuyarkan mimpi indahku bersama pak harun,
biar aku perjelas anaknya pak harun. Tapi gak kenapa-kenapa, bisa dilanjutin
lagi nanti malam, karena inikan udah waktunya buka puasa. Dalam benak aku
berjingkrak-jingkrakkan.
Aku pun segera membangunkan
diri dengan semangat dan segera pergi ke meja makan dengan senang secara cacing
di dalam perut udah tahap kudeta. Aku tersenyum saat membayangkan akan ada
banyak makanan enak yang tertata di dalam tutupan lauk.
Tanpa aba-aba aku membuka
tutupan lauk, namun seketika senyumanku langsung menciut kaya mpok ciut lagi.
Ada apa ini?, hanya ada piring kosong tergeletak kesepian tanpa lauk bersih tiris
enggak tersisa sedikitpun, dalam hati aku berteriak seperti sedang berdiri
diatas gunung yang siap akan meletus. Aku pun langsung berteriak-teriak
memanggil-manggil emak.
“ Emak......emak....” teriakku sambil meringis.
Emak menghampiriku dengan
memakai mukenanya, sementara mimik wajahnya terheran-heran ada apakah gerangan?.
“ Ada apaan sih din..... berisik banget?.” tanya
emak yang terlihat pusing.
“ La...la...la...lauknya mana?.” tanyaku balik sampai
tergagap-gagap kaya ajis gagap.
“ Ya abis sama babe lue.”
“ Babe rakus amat, kaga inget sama anak semata
wayangnya apa?”
“ Lue tau sendirikan kalo babe lue kalo makan bisa
lupa diri.” jawab emak yang malah memaklumi babe.
“ Terpaksa dah udin buka sama aer putih doangan.” ucapku
miris sambil menggaruk-garuk kepala yang sebenernya gak gatel.
Emak menatapku heran sehabis mendengar omonganku
yang dianggapnya ngelantur.
“ Buka?, ini
udah sahur tong, malah udah imsak.” ucap emak to the point.
Sontak mataku melotot
dikit lagi mau keluar karna kedasyatan keterkejutanku ini.
“ Apa…..?, kenapa emak kaga bangunin udin.........?.”
tanyaku gregetan.
“ Lue sendirikan yang minta jangan
dibangun-bangunin, lagipula lue kaga mau makan jengkolkan?. Ya udah, baguskan
lue kaga makan?, jadi nanti siang bisa gebet anaknya pak harun, udah ah emak
mau shalat subuh di masjid dulu entar telat lagi.” ucap emak cuek sambil
berlalu pergi meninggalkan ku sendirian di meja makan.
Emak seperti tidak perduli pada
perutku yang sudah demo sejak tadi dan juga kesedihan yang mendalam karena kata-kataku
saat sedang ngambek tadi siang amat di dengarkan emak, padahal biasanya enggak.
Aku pun merengek layaknya anak
kecil, gak ada seorangpun yang bisa menenangkanku sekalipun tiba-tiba aku
menjadi edward collin, dan hal ini membuatku tersadarkan kembali kalau godaanku
yang kelima di bulan puasa adalah jangan
kebanyakan tidur apalagi mimpi jadi edward collin, chao!!!!!!!.
JAKARTA, JUNI 2010
Komentar
Posting Komentar