Jangan Bawa Aku ke Neraka

Aula Hotel K tampak berkelas, cahaya cristal-cristal lampu memancarkan sorotan di sudut-sudut ruangan klasik. Para tamu seakan diingatkan kembali masa-masa tahun delapan puluhan.
Musik swing jazz dilantunkan, mereka berdansa, terkadang tertawa bersama pasangannya sambil meminum segelas wine disudut lain, sementara para pelayan bertuxedokan putih menuangkan wine putih jika gelas yang digenggam mereka kosong. Ada juga yang baru bergabung setelah menghadiri kegiatan lain dan tuan rumah menyambutnya dengan senang hati.
Kedatangan Median baru tercium Papa setelahnya. Pria berumur 28 tahun dengan tulang rahang sempurna, mata bulat dan bibir tipis baru tiba di Aula dengan tuxedo hitamnya. Median melangkahkan kaki di lobi hotel sambil menghembuskan napas lewat mulutnya. Median mungkin akan malas menjelaskan keterlambatannya pada Papa sehingga matanya berpendar keseluruh aula, mencari tempat yang memungkinkan Papa tidak mendapati keberadaannya.
Median menghampiri sebuah meja bertaplak putih, mengambil segelas wine dan kue kecil yang terhidang rapi tanpa terlebih dulu menyapa Papa dan rekan-rekannya yang berada jauh sepuluh kaki darinya. Papa yang menyadari kehadirannya segera mohon pamit pada rekan-rekannya untuk sekedar menyapa Median.
“Median!” seru Papa ceria sambil menghampiri Median yang membelakanginya.
Median yang kaget segera menelan kue yang sedang dikunyahnya dengan keras. Barulah Median berbalik badan dan balas menyapa Papa dengan senyum kepuraannya.
”Papa!” sahut Median.
”Kamu datang juga?”
”Tentu saja!”
”Papa janji kali ini tidak akan mengecewakanmu. Dia pintar, cantik dan yang paling penting, dia yang akan membuat masa depan perusahaan kita bertambah cerah,” jelas Papa kesejuta kalinya. Median mengerti jika Papa tidak menginginkan perjodohan kali ini kembali gagal dikarenakan Median tidak menyukai pilihan Papa.
Median mendesah, ”Iya...iya....Median tau. Papa sudah bilang hal ini berulang kali di rumah, di kantor. Dan sekarang di sini.” Median mencoba mengingatkan Papa.
Papa malah tertawa terbahak-bahak seakan tidak perduli. Sementara Median tersenyum masam sambil kembali meneguk minumannya.

Acara di buka dengan pidato dari Papa sebagai pemilik Hotel sekaligus Pemimpin Grup K. Setelah membunuh waktu kurang lebih 10 menit, Papa mengundang Median untuk naik ke atas podium begitupun dengan calon tunangannya, Zaira.
Para wanita eksklusif terpanah dengan kecantikan wajah pribumi Zaira. Zaira menggunakan tatanan rambut ala Marlin Monro yang tersematkan jepitan swarovski terbentuk inisial namanya untuk mendukung busana longdress merah marun yang membuat mereka ingin memilikinya juga.
Selain itu, Anak sulung keluarga Pramada yang baru beranjak 25 tahun itu sudah dipercaya untuk menduduki jabatan sebagai direktur utama di perusahaan milik Papanya sekaligus salah satu komisaris besar di anak perusahaan Grup K. Karena alasan itulah Papa menjodohkan Median dengan Zaira.

Sekarang Median dan Zaira sudah berada di atas podium. Papa segera memperkenalkan mereka satu sama lain. Zaira langsung menjulurkan tangannya dengan senyuman manis lesung pipit khasnya namun Median menyambut tangannya dengan senyuman kecut.
Setelah perkenalan singkat itu, Median berlalu pergi. Para tamu dibuat kebingungan ditambah heboh sorak-sorai penuh tanya. Papa terlihat kesal, lagi-lagi Median menolak perjodohannya.
”Papa akan tetap melaksanakan pernikahannya!” teriak Papa.
”Terserah, ” gumam Median dengan nada malas.
Sementara Zaira tampak kecewa sambil menatap punggung Median menjauh.

***

Median masuk ke dalam kamar Hotel, mengunci pintu, membuka jasnya lalu membantingnya ke lantai sambil bergerutu, ”Apa ada lagi hidup yang membosankan lebih daripada ini?”
Median melepas dasi kupu-kupunya kasar, ”Sepertinya tidur lebih menyenangkan,” kemudian dia membanting diri di ranjang.

BRAKK!!

Median seketika membangunkan tubuhnya, jendela berkusen putih di sampingnya terbuka lebar bersama angin kencang yang mengibas gorden berwarna sepadan. Median tidak mau berfikir yang macam-macam meskipun merasakan kejanggalan. Median mendesah sebentar, lalu membangunkan diri untuk mengunci jendela, kemudian kembali membanting diri di ranjang.

BRAKKK!!

Untuk kedua kalinya jendela itu terbuka seperti menghantuinya...

Median terkejut, bulu kuduknya berdiri begitu sejurus angin menghembus hingga menyayat daging dan tulangnya. Median berusaha tenang sambil kembali mengunci jendela kamarnya, kali ini dia tak lupa memastikannya terkunci rapat. Barulah Median merebahkan diri di ranjang sambil menyelimuti seluruh anggota tubuhnya, gemetaran.
Situasi menenang untuk waktu yang lama, dengan cepat Median masuk ke alam mimpi. Sebuah lagu bersenandung dan terprogram difikirannya, menemani tidurnya. Semakin lelap, lagu itu semakin kuat terasa, kuat hingga Median tidak mampu menghentikannya. Tidak hanya itu, desis mistispun turut merasuki alam mimpinya.
Keringatnya bercucuran, dia berusaha keluar dari alam mimpi yang mengikatnya kuat. Tubuhnya kaku, dia hanya mampu mengeliat-liat layaknya Cacing yang terbakar. Rohnya perlahan terhisap oleh sesuatu makhluk hitam pekat mencekam yang kini melayang diatas tubuhnya.
Median sekuat tenaga berusaha untuk berteriak meminta pertolongan di tengah penglihatan yang samar, tapi suaranya tidak mampu keluar seperti biasa. Raut wajah yang memerah dan jambakan kencang di bantal hanya dapat mengartikan jika dia tidak menginginkan KEMATIAN.

***

Para perawat bergegas mendorong ranjang menuju ruang UGD sambil sesekali memeriksa kondisi pasien. Median dengan sisa-sisa tenaga, samar-samar menyimak isak haru keluarganya untuk kemudian memejamkan matanya lagi. Para dokter telah melewati masa-masa ketegangan, Median dinyatakan koma. Setelah tidak bangun untuk beberapa bulan dia dinyatakan telah meninggal dunia.
Sejak kejadian aneh itu, mendadak Hotel K menjadi perbincangan para media cetak maupun elektronik. Akibatnya Hotel K sepi pengunjung, meskipun Papa sudah melakukan berbagai promosi agar Hotel tetap bertahan sekalipun memanggil orang pintar untuk mengusir makhluk gaib dari Hotel. Tapi para pelanggan tidak mau mengambil resiko untuk menginap. Setelah mengalami kebangkrutan, dengan terpaksa Hotel K ditutup.

Di toilet, jenazah Median dimandikan oleh para kerabat dan Mama. Wanita paruh baya itu masih meratapi kepergian anak semata wayangnya yang begitu cepat. Perlahan,  Mama membasuh tubuh Median dengan segayung air sambil menatapi rona wajah anaknya yang tak secerah dulu.
Seorang kerabat yang turut bertugas memandikan tiba-tiba saja tersentak, kelopak mata Median terbuka. Semua yang menyaksikan menjerit histeris sambil bergegas pergi, sementara Mama masih tetap berada di sana, tersenyum bahagia.

***

Mati suri Median kembali menjadi perbincangan yang menghebohkan banyak orang. Hotel K kembali dibuka dan menjadi tempat baru bagi para petualang yang berani menantang diri.
Namun berita itu kian memanas saat Median dinyatakan bisa kembali beraktifitas dan kembali bekerja.
”Bagaimana bisa? Orang yang udah jelas-jelas di vonis meninggal dan sebelumnya sempat koma beberapa bulan, sekarang bisa berkeliaran lagi di kantor,” bisik-bisik salah seorang karyawan pada karyawan lain.
Tanpa sadar Median masuk ke dalam ruangan, melintas di samping mereka, menatap dingin. Mereka segera berpura-pura bekerja sambil menyambut tatapan Median yang membuat bulu kuduk mereka merinding.
Begitu juga yang dirasakan rekan kerja Median, saat makan siang Median tidak biasanya hanya duduk manis sambil terus makan tanpa menyeletuk setiap candaan yang dilontarkan temannya. Hal yang sama juga dirasakan oleh Papa, namun Papa pun tak dapat berbuat apa-apa.

***

Matahari tak menyinari alam semesta, awan hitam pekat menyelimuti bumi dengan hembusan angin tak bersahabat. Sesosok makhluk kembali menghantui Pria seperti mayat hidup itu, ia menghasutnya terjun dari atap perusahaan. Namun Pria itu tak mengelak, sampai di sebuah ujung pijakan dan selangkah lagi ia akan tiba pada kematian. Di moment itu, Zaira datang menyerang makhluk gaib dengan sabetan gelang sucinya, Makhluk itu pun musnah dan Median selamat dari maut.
Selain itu, Zaira menempelkan gelang sucinya ke kening Median, membuat kesadarannya kembali. Setelah sadar, Median malah celingak-celinguk kebingungan seperti orang bodoh. ”Kenapa aku ada di sini? Dan kamu juga? Bukannya kita ada di hotel?”
”Coba ingat sendiri kenapa kamu bisa berada di sini!” perintah Zaira.
Samar-samar Median mengingat semua kejadian yang telah menimpanya namun hal itu malah membuat kepalanya sakit bagaikan ditimpa reruntuhan besi baja.
”Sudah jangan diingat terlalu keras! Aku salut melihatmu kembali hidup padahal roh kamu sudah banyak dihisap.”
Kemudian Zaira menunjukkan gelang sucinya dihadapan Median, ”Tapi untung saja sabetan gelang ini bisa membawa rohmu kembali dengan utuh,” sambung Zaira.
”Sebenarnya apa tujuan mereka melakukan itu kepadaku?” tanya Median, mengerutkan dahinya.
”Kenapa kamu tidak memakai gelang suci untuk mengalahkan mereka?” Zaira bertanya balik.
”Gelang suci? Aku tidak mempunyainya.” Median masih terlihat kebingungan.
Zaira bertolak pinggang, dia mengira Median sedang berpura-pura.
”Jujur, apa sebelumnya kamu pernah berhubungan dengan mereka? Seperti meminta kekayaan atau yang lainnya,” selidik Zaira.
”Kamu gila!!” Median merasa tersinggung.
”Tolong jujur saja tidak perlu malu.”
”Justru aku mau tanya, apa mereka suruhan kamu? Kamu sengaja menyetujui perjodohan itu untuk mengambil alih Grup K saat aku mati,” tuduh Median.
Zaira berubah geram, kemudian dia kembali menempelkan gelang suci di dahi Median sejenak. Begitu gelang suci dilepaskan, tiba-tiba Median berteriak histeris sambil berusaha menjauh dari hadapannya.
”AAAAAAPA ITU?!!” tunjuk Median gemetar pada sebuah makhluk besar berkulit gelap yang mempunyai enam buah tangan dan dua wajah di depan dan dibelakang yang sekarang berdiri disamping Zaira.
”Dia temanku namanya Zeto,” jawab Zaira, tenang.
”Kamu sudah gila makhluk begitu dijadikan teman!”
”Anda jangan kurang ajar!” sahut Zeto, garang.
”Haaa....!!! dia juga bisa bicara,” tubuh Median kembali gemetar. Keterkejutannya bertambah setelah mengetahui Zeto mampu berbicara.
”Zeto jangan bicara dulu kamu bisa membuat dia pingsan!” perintah Zaira.
Zeto menurutinya, ”Maafkan saya,” Zeto sedikit membungkukkan badannya.
”D d d d dia makhluk apa lagi?” tanya Median, gagap.
”Maaf saja kalau aku menyetujui perjodohan itu karena ingin hartamu. Kalau ingin kaya, aku hanya menyuruh Zeto untuk mengambilkan segala yang kumau. Dan satu hal lagi, mahluk yang ada di sebelahku ini berbeda dengan Lambrtz, nama makhluk yang sudah menghisap rohmu itu. Zeto baik, setia dan tidak menerima imbalan saat kusuruh,” jelas Zaira.
”Aku benar-benar tidak mengerti.” Median mengeleng-gelengkan kepala.
”Waktu itu orang tuaku bangkrut, mereka hampir bercerai, aku bingung harus kemana. Dalam mimpi aku bertemu Zeto, lalu Zeto menyuruhku untuk melakukan ritual keberuntungan di tempat mereka selama sebulan. Dari sana aku berteman dengannya, anak penghuni alam lain yang disebut Andryai. Setelah ritual itu selesai, Zeto meminta dirinya bisa selalu ada di sampingku. Dengannya aku balik ke rumah dan keadaan sudah kembali kekondisi semula,” sambung jelasnya.
Zaira menunjukkan gelang sucinya kembali, ”Dari sana aku mendapatkan ini, sebuah pantangan besar jika kita selalu mengeluh setelah keluar dari sana, karena Lambrtz akan menghisap orang-orang yang melalaikan pantangan. Dan gelang suci ini bertujuan untuk menyelamatkan kita dari mereka, batas limitnya hanya 10 kali pakai lalu mereka akan membawamu KE-NE-RA-KA. Masa kamu tidak tau pantangan itu?” tambah Zaira.
”Ke sana saja aku belum pernah!” bantah Median
”Anda memang tidak pernah datang ke sana, tapi Papa anda pernah,” terang Zeto.
”Apa? Papa pernah ke sana?” Median kembali terkejut.
”Anak cucu yang memakan hasil dari Dewa Agung akan mendapatkan ganjaran bagi yang tidak bersyukur atas pemberiannya,” tambah Zeto.
”Jadi aku akan selalu diserang oleh makhluk yang bernama lambrtz itu?” tanya Median, takut.
”Itu kalau kamu selalu mengeluh,” timpal Zaira.
Median mengeleng-gelengkan kepala, ” Ini tidak adil!”
”Kalau begitu ini ambil saja, sepertinya kamu lebih membutuhkan.” Zaira memberikan gelangnya pada Median.
”Zaira nanti keberuntunganmu--?” cemas Zeto.
”Tidak perlu cemas, aku kan udah punya kamu.” Zaira tersenyum sambil memeluk Zeto.
 ”Jadi, sampai ketemu lagi.” Zaira dan Zeto berteleportasi padahal Median masih ingin melanjutkan perbincangannya.

***

Sejak hari itu Median kembali hidup dengan normal, tak ada Lambrtz yang mengganggu ataupun para karyawannya yang sering mengosipkannya dan sekarang Papa tidak lagi memaksakan kehendaknya. Median pun menghormati Papa dengan tidak membahas soal dunia Andryai di hadapannya.
Setelah seminggu tak berjumpa dengan Zaira, tanpa sengaja mereka bertemu saat rapat kerjasama antara Grup K dan perusahaan papa Zaira. Mereka pergi kencan—mengobrol banyak hal tentang mereka sampai akhirnya saling tertarik.

Di malam resepsi, di dalam ruangan khusus pengantin pria, Median tampak gugup—sesekali membenarkan dasinya sambil menghembuskan napas untuk mencairkan ketegangannya.

Ngggikkkkkk ....

Di sisi kanannya sebuah jendela terbuka sendiri. Median menoleh, tampak takut. Hal itu cukup membuatnya dejavu. Median melangkah lebar ke arah pintu, tapi ia kalah cepat dengan Lambrtz yang mengunci pintu keluar duluan.
Suasana kembali mencekam diiringi dengan petir dan angin badai seolah menyambut kehadiran Lambrtz. Tak hanya satu, kali ini Lambrtz datang berkelompok dan melayang menyusuri keberadaannya. Median terpojok—berteriak.
Teriakannya terdengar hingga ke telinga Zaira yang sedang menunggu di ruangan khusus pengantin wanita. Zaira merasakan hal yang janggal dan segera berteleport ke tempat Median berada bersama Zeto.
Setelah sampai di tempat, sayangnya Zaira dan Zeto hanya dapat melihat dari kejauhan karena takut Lambrtz akan menyerangnya juga. Zaira semakin tak tega melihat keadaan Median yang kian kritis akibat sekelompok Lambrtz yang kelaparan saling berebut menghisap rohnya.
“Zaira! Tolong!” Dengan suaranya yang serak Median meminta pertolongan pada Zaira.
“Gelang kamu ada di mana?” teriak Zaira dari kejauhan.
Lalu Median menunjuk sebuah laci, tempat ia menyimpan gelang sucinya. Kemudian Zaira beranjak mengambil gelang suci itu namun Zeto melarangnya.
“Percuma! Gelang itu tidak akan bisa membuat semua Lambrtz pergi,” cegah Zeto.
“Lalu apa yang harus aku lakukan?” tanya Zaira dengan panik.
“Mari kita pergi ke Andryai,” ajak Zeto.
“Aku tak bisa itu terlalu lama, bagaimana jika sebelum kita kembali median tidak selamat?”
“Tiga puluh menit di dunia Andryai bukankah satu detik di dunia ini. Ayo, Zaira!” ujar Zeto sambil mengulurkan tangannya ke arah Zaira.

Sementara itu Lambrtz membawa Median kembali teringat pada kejadian di Hotel K saat lambrtz berusaha mengambil jiwanya, dengan penglihatan samarnya Median melihat Zeto berada di sebelah ranjangnya sambil tersenyum licik yang sengaja membiarkan Lambrtz menyerangnya.
“Anda tak akan bisa menjadi pendamping hidup Zaira, karna Zaira hanya milik saya dan selamanya akan mengabdi pada saya di Neraka. Anda akan merasakan bagaimana rasa sakit hati yang sebenarnya saya rasakan saat kalian bersama. Tak akan ada orang yang bahagia bila berhubungan dengan dunia Andryai,” ujar zeto dengan penuh kedendaman pada Median.
Disisi lain Zeto tersenyum sambil meraih tangan Zaira, kemudian dengan teleportasi mereka bersiap untuk pergi. Dengan tenaga yang tersisa Median berteriak, “ZAIRA...!!!!” Namun hal itu sia-sia, Zaira dan Zeto sudah menghilang dari hadapannya.


Jakarta, Mei 2011

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraihmu

Meraihmu (Just Prolog) ^.^

Gue dan kacamata (memilih pakai logika baru hati)